Batasi Impor Sapi, Wujud Konkret Kedaulatan Pangan
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan menyambut baik dibatasinya impor sapi oleh Kementerian Perdagangan karena akan mematikan mafia impor sapi.
"Saat ini sedang dilakukan pembatasan impor sapi. Hal itu menjadi wujud konkret kedaulatan pangan. Pada kwartal III-2015 izin impor sapi yang sekarang ada di Kemendag hanya 50 ribu ekor. Angka itu menurun drastis dari dari kwartal sebelumnya yang mencapai 270 ribu ekor," kata Heri di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Senin (10/08/2015).
Heri menuturkan, bahwa pembatasan impor tersebut, telah membuat mafia sapi dan eksportir luar menjadi was-was. Mereka terpukul karena akan kehilangan potensi omset triliunan rupiah.
Jika harga 1 ekor sapi Australia ditambah pengapalan diperkirakan membutuhkan biaya Rp10 juta, maka eksportir itu kehilangan potensi omset sebesar (270 ribu - 50 ribu) x Rp 10 juta = Rp2,2 triliun setiap kuartal. Berarti total hilangnya omset dalam 1 tahun = Rp2,2 triliun x 4 = Rp8,8 triliun.
"Tidak heran jika hilangnya potensi omset tersebut membuat mafia sapi impor gusar. Mereka berupaya melakukan rekayasa agar pemerintah tetap impor. Sinyalemen rekayasa itu makin kuat. Mafia-mafia itu sedang berusaha memainkan harga hingga mencapai angka tertinggi seperti sekarang," kata politisi Partai Gerindra itu.
Ditambahkan Heri, secara sengaja mereka mendistorsi pasokan dengan target menciptakan situasi yang seolah-olah situasi makin kritis, dan kemudian "memaksa" Kemendag, melakukan intervensi radikal, yakni dengan mengimpor.
"Rekayasa mafia itu terstruktur. Modus yang mereka mainkan macam-macam, mulai memainkan harga beli sapi di peternak serendah mungkin, hanya berkisar Rp25- Rp30 ribu per kilo, memotong sapi betina bunting untuk dijual di pasar, dan lainnya. Peternak sapi tidak ada pilihan sama sekali selain menjual sapi mereka dengan harga yang murah. Lebih-lebih di saat musim kemarau seperti sekarang, di mana pakan ternak sulit didapat," ujar Heri.
Terkait dengan kenaikan harga daging yang menembus Rp130 ribu per kilogramnya, Heri menyebutkan, hal itu dikarenakan lambannya Kementerian Perdagangan melakukan intervensi pasar.
"Kenaikan harga daging tertinggi dalam 3 dekade terakhir. Ini luar biasa. Itu karena Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan instansi terkait seperti Bulog terlihat lamban melakukan intervensi harga," kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kabupaten dan Kota Sukabumi itu. (as)Foto: Naefuroji/parle/od